Kisah cinta tak melulu tentang dua sejoli kan? Ini adalah kisah cinta persahabatan Embun dan Ranum. Bertemu di bangku SMA lalu berteman karena semeja berlanjut hingga kuliah. Aku adalah Embun seorang wanita yang selalu iri dengan Ranum tapi iri ku positif lho, dia selalu menjadi role model untukku bagaimana cara belajarnya, bagaimana cara berprilaku, bagaimana cara berdandan, perspektif tentang cantik, menjadi rajin, apapun, banyak hal dari dia yang aku pelajari.

Saat berseragam putih abu-abu aku adalah anak yang pendiam, menjadi anak pendiam adalah target siswa-siswa lain untu membully ku. Aku pernah, oleh kakak kelas diajak ke sebuah kamar mandi untuk di beri hukuman karena waktu lalu aku melewati mereka aku lupa memberikan salam. Mereka mulai membasahi dengan air kamar mandi yang kotor, aku hanya bisa diam menangis menerima perlakuan mereka aku sesegukan tak karuan. Mereka memegangi rambut ku, kata mereka bagus ingin mereka ambil keluarlah gunting dari salah satu kantong di antara mereka tepat sebelum gunting itu menyentuh rambut ku seorang perempuan lagi datang meneriaki minta tolong menarik perhatian guru yang berada di sekitar setelah ku seka airmataku ternyata dia adalah Ranum, dia memeluk tubuh ku yang basah dan bau tanpa perduli. Sampai saat ini ingin ku balas kebaikannya.

Aku tidak punya teman lain lagi selain Ranum, kalau hanya sekedar orang yang mengenal nama atau ‘say hi’ sih punya tapi yang bener-bener teman adalah ranum. Saat memilih indekos juga aku maunya bersebelahan dengan Ranum selain dia sahabat ku juga kalau aku kelaparan bisa nebeng deh hehehe.

Hanya satu hal yang aku tidak mau ikuti dari Ranum, yaitu penyakitnya. Ranum memiliki asma akut, dia selalu membawa-bawa tabung yang entah namanya itu. Tak tau darimana penyakitnya ini muncul karena dulu tak sekalipun aku melihat dia mengeluarkan benda keramat tersebut.

Di kampus, Ranum menjadi seorang aktivis kampus bersuara demi kebenaran ikut berbagai organisasi dan tak segan turun ke jalan ikut aksi. Aku luluh, Ranum memintai ku untuk ikut organisasinya namun aku berdalih hanya satu, satulah organisasi yang kami ikuti bersama.

“Sudah makan belum?” telah berdiri seorang perempuan semampai di depan pintu indekos ku dia adalah Ranum.
Aku yang tergolek di atas kasur langsung bangkit memberikan nanar mata paling berbinar. “Belum!”
“Nih aku bawa martabak, spesial.” Kami berdua duduk dilantai indekosku melihat makanan di kala lapar membuat ku lupa untuk bercuci tangan namun persetan-lah aku lapar.
Ranum kembali angkat bicara, “Gimana? Enak ga?”
“Enak.” Jawabku dengan setengah martabak di mulutku.
“Iyalah, namanya juga G-R-A-T-I-S.” Tawa kami berdua pecah, aku menahan mulut ku agar tak keluar martabak yang ku kunyah. Malam itu terasa seperti malam-malam yang menyenangkan bersama Ranum hingga akhirnya aku tau bahwa itu adalah malam terakhir kami mengadu tawa.

Besoknya, pagi-pagi sekali suara ketukan pintu terdengar cepat. Dengan malas aku bergontai menuju pintu membuka pintu Ranum telah berpakaian lengkap almameter mengajak ku aksi hari ini. Dia langusng menyuruh ku mandi, berpakaian sekenanya saja, tak lupa almet dan langsung bergegas ke palangan kampus.
“Ran, buru-buru banget sih.”
“Hehehe.”
“Kamu enggak melupakan sesuatu kan?”
“Enggak kok, sudah aman boss.”

Singkat cerita kami sudah berada di lapangan kampus ingin aksi mengkritisi pemerintah seorang korlap dengan pembesar suara menjelaskan tentang aksi ini sebelum kami benar-benar terjun dia mengatakan bahwa kita akan memaksa pemerintah untuk keluar jika mereka tidak keluar maka kita yang akan masuk ke dalam katanya dengan berapi-api. Seperti biasa, Ranum memerhatikan, mendengarkan dengan seksama matanya tak kalah hebat kobarannya dibandingkan seorang korlap tersebut.

Aku berjalan mengikuti Ranum yang berada di depan ku sambil membawa spanduk kami long march menuju gedung yang akan kami tuju. Satu persatu teman-teman kami memberikan orasi terbaik yang mereka punya dan tak lupa juga ada pembacaan puisi yang isinya memaki pemerintah. Tak terasa, matahari sudah berada di atas kepala kami, cuaca semakin panas tak menyurutkan semangat mahasiswa justru mereka semakin mengeluarkan suara ter-lantang yang mereka punya.
Polisi yang berjaga di sekitar gedung was-was, dari raut wajahnya mereka juga mungkin nampak kesal dengan kami yang tak kunjung pulang apalagi semenjak ban karet hitam telah terbakar di depan muka mereka. Aku merasa atmosfernya telah berubah memegang lengan almameter Ranum ingin menariknya ke belakang namun Ranum berkelit dia terus maju.
Aku sudah tak kuat, aku mundur ke belakang dan betapa terkejutnya aku bahwa ternyata polisi tak hanya berada di depan kami ternyata juga di belakang. Aku melirik ke samping, ada satu mahasiswa lain yang melihat ke ganjilan ini dengan lantang dia berteriak, “KITA DI KEPUNG!” Polisi yang berada di belakang kami berlari menuju arah kami sambil membawa prisai dan pentungan miliknya. Maka, pecahlah dua kubu berhamburan tak pandang bulu polisi yang melihat anak muda beralmameter langsung dipiting dipukul dengan dalih diamankan.

Mata ku langsung melirik mencari Ranum, ku susuri kawan-kawan yang berlari tak beraturan tersikut sana-sini akhirnya aku menemukan Ranum dia tampak kebingungan aku menarik tangannya menuju jalan sebrang ke tempat yang lebih aman. Kami berlari sekenanya kami mampu, kembali menyusuri kumpulan mahasiswa yang tak terhitung gesekan kaki mereka dengan bumi menciptakan kepulan asap.
Kami hampir sampai, di ujung jalan langkah kami berhenti, Ranum memegangi dadanya asmanya kambuh terlihat dia merogoh sakunya aku berjalan beberapa langkah di depan menyemangati tinggal sedikit lagi, Ranum mengangkat kepalanya menyerah dengan sesuatu di saku nya dan disaat itulah suara mobil pick up mengerem, “CIIIITT” suara gesekan ban karet tak mampu menahan lajunya menabrak Ranum.

Suasana menjadi hening, tak ada lagi peperangan antara mahasiswa dan polisi semuanya terfokus ke arah Ranum aku langsung memeluknya, kepala bercucuran darah aku mengecek hembusan udara di hidungnya Ranum telah menjadi jasad.
Aku menangis melebihi orang-orang yang berorasi tadi kembali aku teringat saat menangis di balik punggung Ranum saat dia membelaku, sepuluh menit kemudian suara ambulance nyaring. Ranum dibawa pergi dan dinyatakan meninggal sebelum sampai ke rumah sakit terdekat.

Ini adalah kisah cinta ku kepada sahabat ku Ranum, semoga kau tenang di alam sana saatnya tiba ijinkan aku berjumpa lagi denganmu.
5/6/2019


Schizophrenia
Secara harfiah, schizoprenia berarti splitting in the mind atau pemisahan antara diri dan oranglain. Hipotesis teleologis-regresi progresif (Arieti,1974) adalah teori schizophrenia yaitu gangguan atau disorder hasil dari proses konkretisasi aktif untuk mengembalikan psikodinamik ke level yang lebih rendah dan adaptasi berperilaku. Teori schizophrenia berfokus pada abnormalitas biokimia/teori-teori nerologis, sebagai double-blind atau no-win situation. Schizophrenia terdiri dari dua sindrom yaitu sensitivitas dopamine dan abnormalitas genetik (social withdrawal).

Dalam cerita ini Embun yang telah kehilangan sahabatnya mulai mengasingkan dirinya, membenci keadaan yang membuat dia sakit. Kehilangan Ranum bak gelas kaca jatuh ditumbuk benda keras, berantakan.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s