Mataku terperangkap saat lukisan Tuhan tergambar dalam bentuk wajahmu. Aku yang memandangimu dari kejauhan langsung mematung, matamu menyusuri aku begitu dalam hingga masuk kedalam lapisan paling misterius dari sebuah manusia: Hati.

Sebuah pesan masuk dan berdering di ponsel pintarku, sebuah angka berjumlah dua belas tertera disana, nomer yang tidak kukenali, setelah kubaca pesannya aku akhirnya mengerti bahwa itu adalah pesan dari adik tingkat di kampus tatkala dia mengatakan nama jurusan dan angkatan dia memasuki perkuliahaan. Kubalas ada keperluan apa? Dia menjawab ingin bertanya soal-soal yang pernah ada, sebuah pesan basa-basi yang akhirnya memasukkan aku kedalam cerita penuh cinta, cerita penuh rasa, dan cerita penuh luka.

Tidak perlu terburu-buru pikirku. Bisa saja, dia hanya ingin main-main atau sekedar tujuannya memang permasalahan dunia kampus, tidak lebih dari itu. Tapi, kenapa harus aku yang dihubunginya, dari sekian banyak kakak tingkatnya.

Aku merenung sendirian, namun hatiku merasa dekat dengannya. Aku pernah melihat dia sekali saat kelasku dan kelasnya selesai berbarengan. Di sebuah tangga kecil aku melihatnya dari atas, memandangi ia yang bersinar, tertawa bersama teman-temannya, ragaku kembali terpaku. Mungkin, karena memang aku tak pernah mengenyam yang namanya pacaran.
Setelah pembahasan perkuliahan, ditengah-tengah perbincangan media online, ditengah-tengah malam yang memandu bunga tidur, sesekali kami berbincang tentang keadaan. Keadaanku yang merasakan gagal dalam hubungan. Pernah pdkt hingga selangkah lagi berpacaran namun dengan cepatnya ada yang menikung, ada yang selangkah lagi akan jadian namun dia yang keburu lulus sudah sibuk dengan dunia pekerjaannya hingga tak sempat memikirkan hal-hal seperti ini lagi. seringnya, aku yang banyak yang berbicara, sedangkan dia, mendengarkan dengan baik, penuh kedamaian.
Entah darimana berawal, kecanggungan diantara kami mulai menipis, tak jarang dia memberikanku pesan terlebih dahulu, menyapaku ketika bertemu dikampus, dan tak jarang pula dia memberikan perhatian untuk menyegarakan makan atau sekedar memberi semangat untukku yang sedang bergelut dengan skripsi.

Hingga malam yang menyejukkan untukku menarik selimut dalam-dalam, sebuah pesan itu masuk. Darinya yang mengatakan bahwa dia akan segera bertunangan. Suhu seisi ruangan kamarku mendadak berubah menjadi gerah, selimutku terlempar, kipas angin aku ubah menjadi nomer tiga, pesanya kubaca sekali lagi. aku terdiam, menarik napas dalam-dalam. Aku mencari suara krek dengan sendu, setelah kupejamkan mataku mencoba ikhlas, ternyata suara tadi berasal dari hatiku, ada yang patah disana.

Aku melemparkan diriku kembali ke masa lalu itu, aku runtutkan semua kejadianku bersamanya, setelah kutelaah ternyata dia tidak bersalah hanya aku saja yang merasa keterlaluan dalam menganggap. Dalam acara yang khidmat untuknya itu aku meninggalkan sebuah coklat manis dengan sebuah kalimat, selamat. Dariku, yang terlambat.

2 tanggapan untuk “Selamat dariku yang terlambat

  1. ‘Aku mencari suara krek dengan sendu, setelah kupejamkan mataku mencoba ikhlas, ternyata suara tadi berasal dari hatiku, ada yang patah disana.’
    wow, Deep.

    Disukai oleh 2 orang

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s