Politik di tubuh mahasiswa teknologi pangan.
Mari sama-sama kita yakini, politik, sudah masuk ke segala sendi kehidupan kita sehari-hari, termasuk pada mahasiswa teknologi pangan. Mungkin diantara kalian akan bertanya-tanya, dari mana kalimat itu muncul? Mahasiswa teknologi pangan kan kerjaannya cuma buat roti. Jangan salah, justru disitulah letak politiknya. Mari kita bedah satu per satu.
Sebelumnya aku mau ngasih tau, salah satu output dari jurusan teknologi pangan adalah menciptakan pengusaha-pengusaha muda yang bergerak di bidang makanan olahan. Kalau kalian ada melihat lulusan teknologi pangan yang gak berkerja di bidang pangan, berarti dia salah jurusan, selesai. Ada dua kata kunci disini, yaitu: pengusaha dan makanan olahan.
Tujuan utama pengusaha, yaitu mendapatkan untung, cara mendapatkan untung yang banyak adalah dengan mendapatkan pemasukan yang sebanyak-banyaknya dengan modal yang sekecil-kecilnya.
Sedangkan pengertian makanan olahan, adalah suatu makanan… yang di olah.
Aku tau, pasti kalian merasa kalimat diatas tidak berguna, karena aku hanya menambahi kalimat “yang di” ditengah dan menghilangkan “an” diakhir kata “olahan”, yang terpenting kira-kira intinya gitu.
Makanan olahan sendiri terdiri dari berbagai bahan. Semakin banyak bahannya semakin besar pula modalnya.
Kita masuk ke bagian inti.
Politiknya dimana? Ada pada bahan-bahan makanan. Para pengusaha yang ingin mendapatkan untung yang banyak, akan mengganti bahan makanan yang seharusnya, dengan bahan-bahan yang murah dengan kualitas yang sama.
Misal, nih, daging ayam diganti sama daging tikus, pewarna alami diganti sama pewarna tekstil, rasa asin garam diganti sama rasa upil, upilnya punya nya si ipil, dan semacamnya lah.
Aku pernah tuh, habis makan bakso di pinggir jalan, rasa kuahnya gurih banget tapi harganya kok murah. Aku mulai curiga, lalu bertanya.
‘Bang, kuah nya enak, ini pake kaldu asli kan?’
‘Iyalah, kaldu asli, masa dari keringat ketek saya, saya peras, terus dijadiin kuah. Saya gak punya keringat ketek kali mas, Hahaha…’
Setelah dia ngomong gitu, dari keteknya jatuh air yang menetes dengan manja.
Belum lagi kalau ada penjual-penjual makanan yang nipu. Di kampung ku, ada tuh, nasi goreng pakai telor ceplok harganya 200 ribu.
Ku ulangi sekali lagi biar lebih jelas, nih, ada nasi goreng nih, diatasnya telor ceplok, udah, gitu doang, 200 ribu. Pas di tanya, ‘Bang kok mahal kali?’
‘Iyalah dek, disini pakai ac, coba kau ke gurun sana, mana ada ac.’
Ku kasih tau sama kau ya bang, jangan kan ac, di gurun, yang jual nasi goreng ceplok 200 ribu pun gak ada disana.
nasi goreng spesial telur abkir gimana?
SukaSuka
hahahahahah nasi goreng 200ribu itu rasanya kek mana?
SukaSuka