Aku berlari semampu ku agar menyamai kecepatan bis malam yang baru saja melaju agar tetap bisa melihat anak-anak ku yang masih kecil dipangku Ibu nya. Bis malam tetap saja berlalu, suara mesinnya menggebu, asap knalpotnya mengebul, rodanya semakin kencang perputarannya, masih ada waktu melihat mereka lewat kaca jendela yang terhalangi embun,. Kaki ku mulai melemah, tubuh ku dibasahi air keringat, langkah ku terhenti dan bis malam menghilang dikelokan.
Di bawah langit yang biru menghitam aku bersandar pada sisa-sisa tenaga. Aku berbicara seakan mereka yang berada di bis malam mendengar, “Nak, Ayah masih mau melihat kalian.” Suara ku lirih letih tertahan sendu. “Ayah rindu kalian.” Sedetik kemudian air mata ku pecah tanpa sebab, aku sadar baru berkisar beberapa menit mereka pergi meninggalkan ku namun aku pikir, mereka tak hanya pergi membawa raga mereka tapi juga kenangan yang mungkin tak akan pernah terulang lagi.
“Bahkan teknologi sekalipun hanya mampu menghapus temu bukan rindu.”