“Mungkin aku yang terlalu setia hingga tak tau namanya menyerah. Perjalanan cerita kami terbagi menjadi tiga bagian selama enam bulan, aku akan ceritakan versiku barang kali kau bertemu dengannya maka cobalah sesekali kau tanya bagaimana cerita ini versi dirinya.” Kata Senja kepadaku yang ku jawab, “Mudah-mudahan, kalian berdua adalah temanku. Jika aku bertemu dengannya maka akan ku pinta sesuai permintaan mu meski kalian tidak berjodoh di dunia nyata semoga saja melalui diriku cerita kalian berjodoh.

2 bulan pertama

Dengan malu-malu, aku mengangguk pelan sambil mengatakan, “Iya, aku juga mau kok dipacarin sama kamu.” Kami akhirnya resmi berpacaran, setelah melewati fase pendekatan yang cukup alot dia yang berulang kali ku beri kode dan dia yang merasa masih belum yakin aku menyukainya. Masih dengan berpakaian toga, dia menyatakan perasaannya kepadaku di hadapan teman-temannya.

Saat perayaan yang dinanti-nantikan seluruh mahasiswa di Indonesia itu, acap kali mahasiswa yang tergabung di dalamnya akan mengundang orang-orang spesialnya untuk hadir melihatnya. Berbeda dengan kekasihku orang yang dia undang adalah Bapak kostnya, orangtuanya sudah meninggal keluarganya jauh ada di kampung tak mampu pergi ke kota.

Kekasihku selama hidup berkuliah tak ada namanya bersantai, pagi-siang-malam selama ada yang menawari nya pekerjaan maka lupa waktulah dia. Tak ada orang yang ku lihat seberkerja keras selain dirinya, berulang kali kutawari pinjaman kepadanya ketika keadaan keuangannya tak sehat tapi dia menolak dengan alasan agar dia semakin merasakan hidup, lebih mensyukuri lagi, dia bukanlah satu-satunya orang yang bersusah payah di luar sana masih banyak orang yang berada di bawah nya namun bisa melewati masa-masa sulitnya. Dia menimpali perkataannya dengan sabda, bukankah Tuhan hanya akan memberi ujian kepada hambanya yang sanggup? Aku terdiam, inilah kekasihku kebangganku.

2 bulan kedua

Sekarang kekasihku mulai merintis usahanya, dia akan membuka sebuah jasa ketring yang akan dibantu oleh Ibu dan Bapak kostnya, yang aku lihat mereka sudah seperti sebuah keluarga kecil. Kekasihku ini memang lulusan dari jurusan tataboga tak heran jika akhirnya dia memilih usaha tersebut aku yang masih berkuliah hanya akan mendukung apapun pilihannya ku harap itu adalah yang terbaik.

Suatu malam dari luar pintu indekos ku diketuk, aku yang tergolek di atas kasur berdebat agar mau bangkit. Suara ketukan pintu terdengar lagi, bedanya sekarang ditambahi langkah seperti langkah mundur aku segera setengah meneriaki, “Tunggu sebentar.” Ternyata orang yang mengetuk pintu indekos ini adalah pria berambut belah samping yang dari tadi ku sebuti kekasihku.

Ku persilahkan dia untuk masuk ke dalam kostan ku, kami berbincang lalu sampailah niatan dia hingga mendatangiku, kekasih ku hendak meminjam uang.

Melihat tentang dirinya ke belakang, ketika kekasihku ini telah meminjam uang kepadaku pasti dia memang dalam keadaan mendesak, tidak mungkin sekedar iseng dia lakukan, pasti telah terjadi sesuatu dengan dirinya atau usaha yang sedang dirintisnya.

Dugaan ku benar, katanya, dia telah ditipu. Berawal dari seseorang teman dia mempercayakan bahan-bahan masakan yang akan dibuatkan untuk salah satu pelanggan kepadanya. Uang telah ditransfer namun bumbu masakan tak kunjung datang, berulang kali dia menelpon nomor temannya itu namun nihil, nomor itu seakan sudah terbakar dan dibumi hanguskan hilang menjadi debu.

Aku turut berduka cita atas apa yang menimpa kekasihku, aku lalu berdiri mengambil dompet ku yang berada di dalam lemari ku keluarkan beberapa lembar uang berwarna merah tanpa mengurangi rasa hormat ku kepadanya langsung ku letakkan di atas telapak tangannya sambil ku genggam punggung jemarinya seakan aku mentrasfer energi positif agar dia harus selalu kuat.

2 bulan terakhir

Setelah kejadian itu usaha kekasihku seakan menaik, utang dari penipu itu telah dibayar. Berangsur-angsur keuangannya membaik satu-dua tempat menjadikannya langganan aku bahagia melihatnya. Sebuah pesan singkat mendarat ke hp-ku itu adalah pesan dari kekasihku dia ingin mengajak ku makan malam ini dengan cepat langsung ku balas meng-iyakan.

Aku mengenakan pakaian terbaikku malam itu, tak lupa ku rias wajah ku agar terlihat menarik dan ke semproti badan ku dengan wewangian. aku masuk kedalam kafe tempat kami mengikat janji, setalah masuk ku pandangi seisi kafe dari kiri ke kanan lalu mata ku berhenti ke sebuah meja tempat kekasih ku berada. Aku duduk dengan berhadapan dengannya ku letakkan tas yang ku bawa dari kos di atas meja seraya waktu yang sama juga dia meletakkan amplop berwarna coklat di samping tas ku.

“Ini hutang ku.”

Aku menatapnya sebentar dari matanya aku membaca berharap aku tidak menolak uang yang pernah dia pinjami. “Tidak usah terburu-buru kita masih lama disini, kenapa tidak kita mulai dengan memesan sesuatu atau kamu suda─“

“Aku mau putus.” Dia memotong omonganku. Aku bagai tersambar petir, tak sanggup ku rangkai lagi kata-kata. Memang, sebelum pertemuan kekasihku ini telah banyak berubah setelah usahanya mengalami proses yang meningkat. tak ada lagi kalimat selamat tidur, kalimat perhatian, kalimat penyemangat semua seakan tergerus dengan kalimat aku lelah.

Aku tidak mengerti alasan hingga dia memutuskan ku malam itu, tanpa penjelasan dia meninggalkanku di ruangan itu baru kali itu aku merasakan sepi di antara keramaian. Aku yang selalu mendukungnya dari awal, bersamanya di kala susah ketika dia sudah tidak mengalami masa-masa itu dia meninggalkanku.

Air mata ku jatuh menyentuh riasan ku sebelum membasahi meja tempat kami seharusnya makan. Padahal, hingga akhirnya kamu mendiami ku karena alasan pekerjaan mu aku rela kok. Kebiasaan-kebiasaan kecil media sosial yang dulu romantis yang sudah raib akan ku ikhlaskan, asal, jangan dirimu yang pergi.

Aku mencintai kamu apa adanya, entah kamu yang dulu atau lebih buruk dari yang dulu-dulu.
5/5/2019


Kohlberg’s Theory of Morality :
Psikolog Amerika Lawrence Kohlberg (1927-1987) mengajukan teori tahapan perkembangan dependen moral (stage-dependent theory of moral development) yang bersifat kognitif secara luas dalam sifat dan mempertimbangkan moralitas sebagai proses kognitif universal yang dimulai dari satu tahap ke tahap berikutnya dalam cara tetap dan tertentu pada satu langkah yang ditentukan oleh pengalaman dan kesempatan tertentu secara individual. Perkembangan moral menurutnya terdiri dari tiga tingkatan yang masing-masing tingkatan memiliki 2 orientasi yaitu, preconventional (orientasi kepatuhan-imbalan, dan pertukaran instrumental) conventional (orientasi konformitas, dan hukum dan aturan), dan post conventional (kontrak sosial, dan prinsip etis-universal).

Kawan perempuan ku mengobrol denganku membicarai mantan kekasihnya yang berubah secara tiba-tiba memutuskan dirinya yang rasa sayang tak pernah berubah dari dulu hingga sekarang.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s