Dalam dunia delusi ku, mendapat kabar dari mu adalah hal yang terbaik untuk ku. Entah kenapa mengetahui kau baik-baik saja hatiku sudah disirami kedamaian. Apakah ini batas ambang dari titik rindu dalam tingginya resonansi nada ku? Setelahnya bahkan aku rela kehabisan suara karena telah meneriakimu, “Aku rindu!”
Tapi kau terlalu ambigu untukku, menyumbunyikan diam-diam perasaan mu untukku. Aku serba salah, salah tingkah, kau malah tertawa. Iya, memang seperti itu, aku bahagia, membuat mu tertawa adalah pekerjaan yang paling ku inginkan tanpa kata istirahat.
Besok kita akan berjalan bersama, sebelum itu ku pandangi media sosial milik mu yang dipenuhi kata-kata bijak. Di umur bumi yang sudah tua ini, menampilkan kata-kata bijak di media sosial bukan berarti kuat tapi malah sebaliknya bersembunyi menampilkan luarnya saja.
Aku sedih, karena kau menganggap ku entah apa. Aku ingin ketika kau mendapati masalah, kesusahan, akulah menjadi tempat yang pertama kau tuju. Akan ku berikan kau saran, atau apapun itu. Semampu ku akan ku kembalikan tawa di pipi mu, tawa yang melupakan keluh kesah mu.
Hingga nanti ku katakan perasaan ku kepada mu, kau tidak perlu memberikan jawabannya untukku. Bagiku, mendapati kabar dari mu adalah hal yang terbaik untukku.
5/4/2019
.
Unconsious Inference, Doctrine of
Adalah hasil penelitian Hermann Ludwig Ferdinand helmholtz tentang mengembangkan doktrin unconsious inference yang mengacu pada pertimbangan seseorang berdasarkan keterbatasan data atau bukti dan dibuat tanpa kesadaran.Cerita ini berkisah tentang aku yang masih belum memuncaki daftar orang paling dicari di hatinya, kemampuanku hanya sebatas melihat media sosial miliknya, entah lah di suatu hari aku ingin mengetahui tentang nya lebih banyak namun hari ini pertanyaan yang selalu sama kembali datang; Emang aku siapa?