Ingin tenggelam namun air mata ku telah terkuras.
Ingin teriak namun yang terjadi adalah tangis.
Ingin lari namun kenyataan ku sudah jauh.

Patah hati terhebatku adalah melihat Ayah mengemasi barang-barangnya, memasukannya kedalam koper lalu meninggalkan aku setelah bertengkar dengan Ibu. Saat itu aku masih berumur tujuh, aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi namun aku yakin situasi saat itu adalah situasi yang tidak mengenakkan.

Belasan tahun aku tumbuh dewasa, selama itu juga aku harus meringis, teriris, iri dalam hati melihat kawan yang membeberkan betapa bangganya dia memiliki superhero yang siap memeluknya ketika lelah.

Aku berdebat pada diri ku tentang siapa yang harus ku salahkan atas semua ini, Ayah ku yang pergi, Ibu ku yang menjadi penyebab ayah pergi, atau yang benar adalah aku sang tokoh utama penyebab dari skenario perpisahan Ayah dan Ibu. Diakhir perdebatan, aku mendapat kesimpulan siapapun yang salah kenyataannya bahwa ayah tak akan kembali.

Jangan pernah sok tau tentang ku, kalian hanya membual ketika mengatakan “Aku sangat tau perasaan mu.” Bohong! Kalian tidak tau, kalian tidak akan pernah tau betapa teririsnya perasaanku ketika ayah kalian dengan panik menyuruh agar pulang tidak larut malam sedangkan aku, aku tidak ada yang menginginkan untuk kembali ke rumah.

Ketika diantar ke sekolah, waktu kecil kalian diseberangkan oleh tangan seorang ayah dengan hati-hati lihat kanan dan kiri. Sedangkan aku, aku harus memberanikan diriku sejak belia agar bisa menyebrang sendiri agar tidak membani ibu dengan segala kesibukannya seorang single parent.

Aku menangis, saat dulu disuruh membuat puisi tentang ayah tak mampu aku merangkai kata. Ku kumpulkan puisi kepada Ibu guru dengan empat baris tga kalimat dimasing-masingnya.

Aku rindu Ayah…
Aku rindu Ayah…
Aku rindu Ayah….
Aku rindu Ayah….

Terimakasih telah mendengarkan ku, sudahlah cukup segini saja. Aku sudah berjanji kepada Ibu kalau aku tak akan menangisi masa lalu karena Ibu telah berusaha membesarkanku hingga sekarang. Buat kalian yang keluarganya masih utuh, jangan tunggu kehilangan baru akan merasakan iri karena kerinduan. Cintai mereka dengan meluap-luap hingga mereka sesak akibat penuh dengan kebanggan.
5/1/2019 8:34 PM

Sinisme
Menurut mazhab filsafat Yunani berarti tidak mempunyai cita-cita dan selalu menganggap oranglain lebih buruk.

Ansietas
Merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu di luar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi masalah.

Sebuah kisah yang menimpa seorang kawan, tak terima orang-orang sok tau tentang dirinya seperti apa. Kehilangan seorang Ayah bukanlah suatu hal sepele dan pantas digunakan untuk bercanda.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s